Mitra Hijau | MEMBACA GERHANA MATAHARI DI AKHIR RAMADHAN 2023
Gerhana Matahari, Iradiasi Matahari, Photovoltaic, Cahaya,Potensi Energi Matahari, Energi Bersih, Yayasan Mitra Hijau
17094
post-template-default,single,single-post,postid-17094,single-format-standard,ajax_fade,page_not_loaded,,qode-theme-ver-17.2,qode-theme-bridge,qode_header_in_grid,wpb-js-composer js-comp-ver-6.8.0,vc_responsive

MEMBACA GERHANA MATAHARI DI AKHIR RAMADHAN 2023

MEMBACA GERHANA MATAHARI DI AKHIR RAMADHAN 2023

oleh Dicky Edwin Hindarto*

Gerhana matahari total dan parsial telah terjadi di Indonesia hari ini, tanggal 20 April 2023.  Yang terasa sangat istimewa adalah gerhana ini terjadi di saat akhir Ramadhan, yaitu tepat tanggal 29 Ramadhan, sehingga umat Islam berbondong-bondong mendatangi masjid untuk melakukan shalat sunnah gerhana.

Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui”, Al Quran surat Yunus ayat 5.

Perintah Allah SWT adalah sangat jelas, benda langit dan peredarannya, termasuk gerhana matahari dan bulan, adalah atas kehendakNya.  Kita sebagai manusia ciptaannya diperintahkan untuk selalu belajar dan mempelajari ciptaan dan ilmu-Nya.  Bahkan ayat pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW adalah “Iqro!” atau bacalah.

Jadi apa yang dapat kita pelajari dari gerhana matahari yang baru saja terjadi? Ada banyak sekali hal yang bisa dipelajari, tapi di dalam tulisan ini saya akan membahasnya dari sisi energi.  Matahari sebagai sumber energi di tata surya.

Pengukuran Iradiasi Matahari   

Salah satu sifat cahaya matahari adalah adanya dualisme cahaya, yaitu cahaya bisa dimaknai sebagai gelombang dan yang kedua adalah sifat cahaya sebagai partikel.  Sebagai gelombang, cahaya kemudian bisa dipantulkan, dibiaskan, dihamburkan, dan difokuskan.  Hal ini kemudian yang kita rasakan sebagai efek gelap terang.

Sifat cahaya atau radiasi matahari yang kedua, yaitu sebagai partikel, kemudian salah satunya dimanfaatkan untuk membangkitkan energi listrik.  Radiasi cahaya matahari yang kemudian dipancarkan dalam bentuk partikel yang diskrit atau terpotong-potong kemudian dimanfaatkan sebagai pendorong partikel di dalam sel surya atau PV (Photovoltaic) untuk menghasilkan listrik.

Inilah yang kemudian dilakukan di banyak negara, termasuk di Indonesia.  Energi surya tak pelak adalah bentuk energi paling bersih, yang kemudian dipercaya dapat menggantikan energi fosil.

Di luar segala kontroversi politik untuk implementasinya, terutama karena dominasi pembangkit batubara dan kelebihan pasokan listrik PLN, sebenarnya di banyak negara energi surya ini justru yang paling depan dalam implementasi dan menggantikan pembangkit energi fosil.

Menyadari potensi tersebut, AESI atau Asosiasi Energi Surya Indonesia, telah menempatkan 52 alat ukur iradiasi matahari, di sepanjang Pulau Jawa, Madura, dan Bali, sejak tahun 2020.  Alat ukur yang hasil pengukurannya bisa dilihat di https://indonesiasolarmap.com/ tersebut adalah pemetaan pertama yang dilakukan oleh Indonesia untuk mempelajari potensi energi surya.

Iradiasi matahari secara sederhana didefinisikan sebagai daya per satuan luas yang berasal dari sinar matahari dalam bentuk radiasi elektromagnetik diukur sebagai watt per meter persegi (W/m2). Pengukuran penyinaran matahari terdiri dari pengukuran penyinaran dengan menggunakan alat ukur penyinaran pyranometer. Iradiasi matahari berfungsi untuk menentukan berapa banyak energi matahari yang tersedia di lokasi tertentu pada waktu tertentu dan berguna sebagai ukuran perkiraan berapa banyak energi potensial yang dapat dihasilkan panel surya di satu lokasi tertentu.

Gambar 1: alat ukur iradiasi AESI.

Hasil Pengukuran Iradiasi Matahari Saat Gerhana

Sebagai negara yang terletak di khatulistiwa dan selalu disinari matahari sepanjang tahun, sebenarnya jumlah jam penyinaran dan energi yang bisa diterima oleh panel surya lebih sedikit daripada negara-negara Afrika, Arab, Australia, atau malah China.  Rentang waktu penyinaran yang hampir selalu sama sepanjang hari dalam satu tahun dan banyaknya hujan serta awan, menyebabkan rata-rata jam efektif panel surya bisa bekerja secara optimal adalah 4,5 jam sehari.

Angka ini sebenarnya adalah angka yang medium untuk lama penyinaran disbanding negara lain. Tapi bagaimana dengan hasil pengkuran iradiasi matahari saat gerhana matahari hari ini?

Karena gerhana matahari yang terjadi di wilayah Jawa, Madura, dan Bali, bukan gerhana total, maka hanya terjadi indikasi penurunan radiasi yang cukup signifikan.

Gambar 2: hasil pengukuran alat ukur di Kemayoran Jakarta.

Gambar 3: hasil pengukuran alat ukur di Sayung Demak.

Gambar 4: hasil pengukuran alat ukur di Surabaya.

Gambar 5: hasil pengukuran alat ukur di Bangkalan.

Gambar 6: hasil pengukuran alat ukur di Amlapura, Bali.

Dari data hasil pengukuran iradiasi yang diukur per menit, maka dapat dilihat bahwa efek gerhana matahari dapat diukur di semua lokasi pengukuran, penurunan iradiasi dan rentang waktu penurunannya saja yang kemudian berbeda-beda.

Untuk pengukuran iradiasi di Jakarta dan di Sayung Demak, terjadi penurunan sekitar 300 Watt/m2, terlihat dengan jelas terjadinya penurunan tersebut.  Sementara untuk daerah-daerah yang lebih ke Timur, Surabaya, Madura, dan Bali, penurunan iradiasi matahari lebih besar, hampir 1,5 kali lipat dari di daerah Jakarta dan Demak.  Penurunan iradiasi ini teramati berbeda karena adanya perbedaan lokasi pengukuran dan garis edar matahari.

Apabila kemudian terjadi gerhana total, maka dapat dipastikan iradiasi akan turun mendekati angka nol.  Dalam kenyataannya, penurunan iradiasi matahari secara drastis dapat terjadi dalam skala jam, bahkan menit.  Dari grafik iradiasi di Surabaya di atas, dapat dilihat bahwa efek dari mendung dan hujan kemudian lebih besar efek gerhana matahari.

Pada jam 12.35 alat ukur menunjukkan terjadi penurunan radiasi matahari yang lebih tajam daripada jam 10.30 saat terjadi gerhana matahari.  Inilah yang kemudian di dalam ilmu energi terbarukan disebut sebagai intermitensi.

Intermitensi Energi Surya dan Cara Mengatasinya

Energi surya mempunyai kelemahan mendasar, justru karena mengandalkan sinar matahari yang tidak Energi surya mempunyai kelemahan mendasar, justru karena mengandalkan sinar matahari yang tidak setiap saat bersinar.  PLTS bahkan akan sangat berkurang produksi listriknya apabila mengalami hari mendung atau hujan.  Dan PLTS juga akan bervariasi produksi listriknya yang didapat dari radiasi matahari dari satu tempat ke tempat lain.  Tiap daerah mempunyai iklim mikro atau micro climate yang berbeda.

Intermitensi atau terputus-putusnya produksi listrik PLTS yang tergantung dari iklim mikro dan kuat penyinaran atau iradiasi di setiap lokasi pembangkitan inilah yang kemudian menjadikan PLTS tidak bisa serta merta dikoneksikan ke jaringan.  Dikuatirkan pasokan listrik yang terputus-putus ini, kalau dalam skala besar, akan mengganggu keandalan jaringan, bahkan akan bisa menyebabkan gagalnya jaringan menyuplai listrik ke pelanggan.

Karena itu banyak pihak yang mengkuatirkan PLTS skala besar untuk masuk ke jaringan kelistrikan nasional justru karena sifat intermiten sinyal yang akan membutuhkan pasokan cadangan pembangkit jenis lain.  Sementara pendapat tersebut juga tidak pernah dibuktikan dengan analisis dan perhitungan yang berdasar pengetahuan, sampai berapa besar kapasitas pembangkitan yang akan bisa terkoneksi dengan jaringan kelistrikan.

Gambar 7: hasil pengukuran 52 alat ukur iradiasi pada tanggal 20 April 2023.

Untuk mengatasi hal inilah kemudian AESI membuat analisis untuk mengatasi masalah intermitensi, juga menghitung seberapa besar kapasitas pembangkit listrik tenaga surya yang bisa diinterkoneksikan dengan jaringan PLN di Jawa-Madura-Bali tanpa mengganggu keandalan sistem.

Kajian tersebut sudah dilakukan di tahun 2021 dan 2022, dan beberapa hasil yang penting adalah intermitensi sebenarnya akan sangat bisa diatasi apabila semakin banyak pembangkit listrik tenaga surya yang diinterkoneksikan dengan jaringan.  Pada gambar 7, hasil pengukuran di 52 titik ukur di sepanjang Jawa-Madura-Bali telah membentuk kurva mulus, artinya intermitensi telah saling ditiadakan oleh banyaknya pengukuran, atau pembangkit energi surya yang dipasang.

Masih sangat terlihat adanya penurunan intensitas radiasi karena adanya gerhana matahari hari ini, tapi itu tidak akan mengganggu sistem jaringan PLN apabila kemudian dibangun pembangkit listrik tenaga surya dengan jumlah yang banyak.  Ini juga yang dilakukan oleh negara lain, selain pemasangan battery yang relatif masih sangat mahal.

Hasil lain dari kajian yang dilakukan adalah energi surya yang kemudian bisa memasok jaringan tidak kurang dari 18 GWp (18 milyar watt peak).  Ini tentu saja adalah pemanfaatan karunia Allah SWT yang selama ini kebanyakan selalu disia-siakan oleh bangsa Indonesia.  Masa depan energi Indonesia adalah energi bersih karunia Sang Maha Pencipta.

 

Mengkaji Energi Surya Sesuai dengan Perintah Allah SWT

Menelusuri  pandangan  Al Quran  tentang teknologi, mengundang kita menengok  sekian  banyak  ayat  Al Quran  yang  berbicara tentang  alam  raya.  Menurut sebagian ulama, terdapat sekitar 750 ayat Al Quran  yang  berbicara  tentang  alam  materi  dan fenomenanya,  dan  yang memerintahkan manusia untuk mengetahui dan memanfaatkan alam ini.

Tidakkah engkau memperhatikan, bahwa Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia menundukkan matahari dan bulan, masing-masing beredar sampai kepada waktu yang ditentukan. Sungguh, Allah Maha Teliti apa yang kamu kerjakan”, Al Quran surat Al Luqman ayat 29.

Gerhana matahari, gerhana bulan, angin yang bertiup, serangga, rumah laba-laba, dan banyak lagi perintah untuk mempelajari subjek-subjek tersebut secara detail.  Bukan hanya beribadah, tetapi juga memanfaatkan karunia Allah untuk kemaslahatan umat, bangsa, negara, bahkan manusia secara universal.

Hal inilah yang menurut saya pelajaran yang perlu diambil dari gerhana matahari di tanggal 29 Ramadhan 1444 Hijriah ini.

Wallahualam bissawab, hanya Allah SWT lah yang mengetahui segalanya, maha Segalanya.

 

Penghujung Ramadhan 1444 Hijriah

Jabal Golfie, 20 April 2023

*Dicky Edwin Hindarto adalah Ketua Dewan Pembina Yayasan Mitra Hijau, Pemerhati Masalah Energi, serta anggota Dewan Pakar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI)